
Jangan Beri Izin Anak Mengendarai Motor, Ini Alasannya!
Fenomena anak mengendarai motor atau kendaraan bermotor lainnya seperti mobil di Indonesia sangat sulit dibendung. Hal ini tak lepas dari peran orang tua dan lingkungan yang seolah-olah tak peduli akan keselamatan anak.
Perhatikan saja disekolahan tingkat SMP misalnya, parkiran sekolah penuh dengan sepeda motor, padahal guru pengajar hanya sebagian yang bawa sepeda motor ke sekolah, selebihnya adalah milik para pelajar SMP.
Menurut perundangan yang berlaku, minimal seseorang itu diperbolehkan mengendarai sepeda motor adalah pada usia 17 tahun atau paling tidak sudah memiliki KTP, hal ini ditandai dengan keluarnya SIM (Surat Izin Mengemudi). Maka penggunaan kendaraan bermotor bagi anak sekolah SMP dan SMA sangat terlarang menurut undang-undang, karena rata-rata usia anak SMP antara 12 sampai 17 tahun.
Faktanya, setiap pagi kita akan melihat fenomena anak mengendarai motor berangkat kesekolah, dipersimpangan jalan para petugas pengatur lalu lintas seolah membiarkan hal ini berlaku. Entah karena petugas tidak tau undang-undang atau faktor pembiaran saja. Yang jelas, angka anak mengendarai motor cukup tinggi di Indonesia.
Bukan tanpa alasan peraturan batas usia anak boleh mengendarai motor dibuat. Usia dibawah 17 tahun menjadi usia yang sangat labil dan rentan. Pada usia tersebut seorang anak lebih mengedepankan emosi daripada sikap rasionalitasnya. Emosi yang belum matang akan menyebabkan anak lebih agresif dalam mengendarai kendaraan bermotor.
Bagi mereka, kejagoaan mengendarai motor akan menjadi ego tersendiri saat dilihat oleh teman-temannya yang lain. Maka tak ayal, seorang anak dengan usia yang masih dilarang mengendarai motor akan ngoto minta dibelikan motor dengan beragam alasan yang dibuat-buat setelah melihat temannya memiliki motor.
Efeknya, saat anak melihat jalanan dengan motor yang ia kendarai, ia akan sering ugal-ugalan, tidak peduli dengan rambu-rambu lalu lintas. Tidak peduli dengan orang sekitarnya. Baginya, kemampuan mengendarai motor akan menjadi kebanggaan tiada akhir.
Maraknya anak mengendarai motor sebenarnya tak bisa lepas dari pengaruh orang tua yang dengan enteng menghadiahi sang anak motor baru atau mengizinkan anak mengendarai motor. Orang tua terlihat lepas tanggung jawab dalam memberikan pendidikan kepada sang anak. Orang tua beranggapan anak mengendarai motor itu tidak apa-apa karena jaraknya dekat. Padahal dekat dan jauh tidak bisa jadi patokan, bisa saja saat anak sedang keluar pintu pagar rumah, sebuah mobil tronton lewat menyambar anak. Siapa yang salah?
Lebih gawatnya, saat sang anak ditegur masyarakat karena mengendarai motor, orang tua datang marah-marah dan mengajak ribut orang yang menegur. Maaf, saya harus bilang, ini orang tua yang berotak kodok. Maaf.
Kemudian penegak hukum yang harusnya mengawal terlihat membiarkan fenomena ini terus terjadi. Hemat saya, jika penegak hukum ingin mengurangi hal ini, bisa saja mereka bekerja sama dengan sekolah-sekolah untuk melarang penggunaan sepeda motor ke sekolah dan menggantinya dengan sepeda atau mewajibkan orang tua yang tidak bisa mengantar anak ke sekolah untuk membelikan sepeda kepada mereka.
Angka kecelakaan yang menimpa anak-anak pengendara sepeda motor terbilang cukup tinggi. Mungkin Anda masih ingat dengan anak seorang artis yang mengendarai mobil dan mengalami kecelakaan yang menewaskan banyak orang sekaligus. Bagi saya itu adalah efek dari orang tua yang sembrono. Orang tua yang tidak bertanggung jawab. Kenapa? karena dengan uang yang ia miliki, ia menghadiahi anak sebuah mobil meski punya sopir pribadi sesekali sang anak pasti akan membawa mobil miliknya sendiri untuk melenggang dijalanan.
Coba perhatikan fenomena berikut ini;


Jika Anda yang membaca ini sebagai seorang orang tua, maka saya mengajak Anda untuk membayangkan, andaikata (semoga tidak) anak-anak yang ada dalam gambar diatas adalah anak-anak Anda. Lalu, terjadi suatu hal kepada mereka seperti dibawah ini (MAAF JIKA GAMBAR TANPA SENSOR);
Apa yang Anda rasakan? Jujur, saya sendiri merasa sesak saat memposting gambar-gambar diatas, tapi inilah fenomenanya.
Maka jika Anda merasa sayang dengan anak-anak Anda, jangan renggut kebahagiaan mereka dengan memberikan hal-hal yang belum pantas mereka gunakan. Memang, setiap kecelakaan atau musibah yang terjadi adalah kehendak yang Kuasa, tapi segala sesuatu bisa disingkapi dengan lebih bijak dan cerdas.
Di Indonesia meski sudah hadir sebuah komunitas bernama COMOT, Cegah Anak Mengendarai Motor. Semua tidak akan ada efek apa-apa jika peran orang tua masih minim. Paling tidak jangan pernah izin kan anak mengendarai motor atau dibonceng motor oleh anak yang belum layak mengendarai motor lainnya.
Peran penegak hukum sekelas Polisi lalu lintas juga sangat penting untuk meminimalisir anak mengendarai motor. Aparat harusnya bersikap tegas dan mencari solusi-solusi agar anak dibawah untuk tidak mengendarai motor. Maaf, jangan jadi aparat yang hanya berlagak baik jika sedang diliput acara televisi.
Dinas terkait seperti Dinas Pendidikan disetiap kota harus mengambil tindakan tegas dengan memecat kepala sekolah yang mengizinkan atau membiarkan anak-anak SD, SMP, SMA sederajat yang belum punya SIM membawa sepeda motor kesekolah.
Masyarakat pun jangan pernah segan untuk menegur dan mengingatkan anak-anak yang mengendarai sepeda motor. Jangan pernah takut dengan orang tua yang mengajak ribut, karena teguran kita sebenarnya karena kita sayang dengan anak dari orang tua tersebut. Jika terjadi pertengkaran, cukup diamkan saja dan segera laporkan kepihak yang berwajib. Dinasehati untuk lebih baik kok malah ngeyel….
Jika tulisan ini bermanfaat, jangan lupa di share yaaa…biar banyak yang ikut merasakan manfaatnya…Apabila ada klaim terhadap gambar yang saya gunakan, silahkan hubungi saya melalui halaman contact
Haduh… Mas… dengkul saya jadi lemes…
Memang kelakukan anak sekarang sepertinya perlu dengan didikan dan larangan yang keras… 😀